Kamis, 08 Agustus 2013

Obral Maaf Pejabat Negara

JAKARTA, KOMPAS.com — Seusai menggelar halalbihalal bersama staf Balaikota dan jajarannya di satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Gubernur DKI Jakarta Jokowi akan menyambangi warga Ibu Kota di lima kawasan di Jakarta, di antaranya Tanah Tinggi dan Daan Mogot. Jokowi mengatakan, pemimpin sebagai pelayan masyarakat memiliki banyak kesalahan. 

Oleh karena itu, menurutnya, bukan rakyat yang seharusnya berduyun-duyun mendatangi pemimpin dalam momen Idul Fitri. Justru pemimpin yang harus datang untuk meminta maaf.
"Karena yang banyak salah pemimpin, jadi yang mestinya ke kampung ya pemimpinnya, bukan rakyatnya yang ke kita," ujar pemilik nama lengkap Joko Widodo itu, di Balaikota, Jakarta, Kamis (8/8/2013).
Mantan Wali Kota Surakarta itu lalu menjabarkan bahwa dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan, pemimpin acap kali keliru. Pasalnya, pemimpin yang dimaksud adalah pelayan masyarakat. Oleh karena itu, momen Lebaran juga ingin dirayakannya bersama masyarakat.
"Saya kan bilang mau lebaran bersama warga di kampung," kelakarnya. "Ini mungkin ke Tanah Tinggi, yang dekat aja, dulu," tambahnya


ANALISIS:
Momen lebaran memang selalu menarik banyak perhatian. Mulai dari kebiasaan mudik atau pulang kampung sampai kegiatan-kegiatan pejabat tinggi negara yang sibuk mempersiapkan acara halal bihalal,open house ataupun bagi-bagi sedekah dan lain sebagainya, bahkan juga menyampaikan salam lebaran melalui media-media sosial. Hal semacam ini sudah sangat lumrah dan seperti menjadi budaya setiap kali ada event seperti Idul Fitri ini. Namun, menyimak pernyataan Jokowi yang menyebutkan bahwa pejabat tinggi yang seharusnya meminta maaf menurut penulis merupakan suatu hal yang cukup menarik. Hal ini bisa dilihat dengan besarnya antusiasme masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri acara bertemu muka dengan pejabat negara seperti open house yang dilaksanakan oleh beberapa pejabat tinggi atau orang terkemuka di negara ini. 
Menurut penulis, hal ini merupakan sesuatu yang sebenarnya baik, di mana pejabat pemerintah bisa tetap 'mendekatkan diri' pada rakyat dengan berbagai macam bentuk acara dan kegiatan tetapi dengan tetap memperhatikan segala aspek penyelenggaraan. Namun apakah sebenarnya makna inti dari acara-acara tersebut bisa tersampaikan yaitu pejabat mendekatkan diri pada masyarakat sekaligus meminta maaf atas kesalahan-kesalahannya ? Apakah hal ini sudah menjadi sebuah kebiasaan belaka ? Ataukah hanya untuk memperbaiki citra diri di muka masyarakat sehingga memperoleh simpati masyarakat ? Atau memang benar-benar secara tulus untuk meminta maaf akan kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya selama menjabat ? 
Yang jelas apapun motifnya, segala bentuk permintaan maaf itu seharusnya tidak dilakukan di masa mendatang, hendaknya menjadi pribadi yang lebih berhati-hati dalam mengambil segala keputusan, agar keputusan yang dibuat tidak berat sebelah dan tetap mengutamakan kepentingan rakyat. Mereka seharusnya ingat bahwa yang memilih dan membuat mereka bisa menduduki posisi tersebut adalah masyarakat sehingga jangan sampai mereka mengecewakan masyarakat yang memberi kepercayaan pada mereka, sehingga pada akhirnya terwujudlah asas demokrasi "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". // 

1 komentar: