Alasan Orang Kaya RI Simpan Dana Triliunan di Singapura
JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, saat ini ada orang kaya Indonesia yang banyak menempatkan dananya di luar negeri, seperti Singapura.
Setidaknya, ada dana sekitar Rp 1.500 triliun mengendap di bank Singapura. "Menurut saya, ini bukan soal layanan perbankan di Indonesia lebih jelek dibanding Singapura, tapi ini lebih karena infrastruktur, hukum, hingga pajak," kata Budi saat membuka konferensi pers Outlook 2013 Bank Mandiri di kantornya, Jakarta, Kamis (29/8/2013).
Budi menambahkan, salah satu faktor yang membuat nasabah percaya menaruh dananya di Singapura adalah faktor keamanan (security). Sebab, dengan kondisi pelemahan ekonomi domestik Indonesia seperti saat ini, menaruh dana di tempat yang aman menjadi satu-satunya pilihan bagi orang kaya.
Padahal, kata Budi, Singapura bukan menjadi satu-satunya negara teraman untuk menaruh dananya. Jika becermin pada sejarah perpolitikan negara di zaman dulu, negara Swiss merupakan negara teraman dan belum pernah terjadi konflik apa pun.
"Sejak zaman perang dunia pertama dulu, ada negara-negara yang aman dari perpolitikan dunia, misalnya Abu Dhabi, Bahrain, Hongkong, Singapura, hingga Uruguay. Tapi ada satu negara yang tidak pernah dijajah, yaitu Swiss, makanya orang-orang kaya ini menempatkan dananya di sana," jelasnya.
Swiss merupakan negara yang menjadi pusat uang dari berbagai negara di dunia, tidak terkecuali dari Indonesia. "Namun, percayalah, jika negara kita punya landasan hukum yang jelas, infrastruktur baik, uang milik orang kaya tersebut akan balik lagi ke sini (Indonesia)," tambahnya.
Setidaknya, ada dana sekitar Rp 1.500 triliun mengendap di bank Singapura. "Menurut saya, ini bukan soal layanan perbankan di Indonesia lebih jelek dibanding Singapura, tapi ini lebih karena infrastruktur, hukum, hingga pajak," kata Budi saat membuka konferensi pers Outlook 2013 Bank Mandiri di kantornya, Jakarta, Kamis (29/8/2013).
Budi menambahkan, salah satu faktor yang membuat nasabah percaya menaruh dananya di Singapura adalah faktor keamanan (security). Sebab, dengan kondisi pelemahan ekonomi domestik Indonesia seperti saat ini, menaruh dana di tempat yang aman menjadi satu-satunya pilihan bagi orang kaya.
Padahal, kata Budi, Singapura bukan menjadi satu-satunya negara teraman untuk menaruh dananya. Jika becermin pada sejarah perpolitikan negara di zaman dulu, negara Swiss merupakan negara teraman dan belum pernah terjadi konflik apa pun.
"Sejak zaman perang dunia pertama dulu, ada negara-negara yang aman dari perpolitikan dunia, misalnya Abu Dhabi, Bahrain, Hongkong, Singapura, hingga Uruguay. Tapi ada satu negara yang tidak pernah dijajah, yaitu Swiss, makanya orang-orang kaya ini menempatkan dananya di sana," jelasnya.
Swiss merupakan negara yang menjadi pusat uang dari berbagai negara di dunia, tidak terkecuali dari Indonesia. "Namun, percayalah, jika negara kita punya landasan hukum yang jelas, infrastruktur baik, uang milik orang kaya tersebut akan balik lagi ke sini (Indonesia)," tambahnya.
Analisis :
Menurut penulis, hal semacam ini merupakan sebuah indikasi
bahwa di negara sendiri, landasan konstitusi dan sistem perbankan kita masih
kurang tertata dengan baik. Indikasi ini diperkuat dengan adanya pelemahan
harga rupiah terhadap dollar amerika yang bisa menyentuh angka Rp 11.000,- .
Tidak heran banyak orang kaya menginvestasikan uangnya di negara lain.
Seolah-olah adanya ketidakpercayaan dari para investor lokal untuk menyimpan
uangnya di bank negara sendiri.
Seperti yang dikatakan Direktur Utama PT
Bank Mandiri Tbk (BMRI) Budi Gunadi Sadikin,
sebenarnya bukanlah masalah di pelayanan, namun di segi penunjang kegiatan
perbankan tersebut. Inilah yang menurut penulis merupakan PR besar pemerintahan
di segi ekonomi. Selain besarnya kasus korupsi yang ada, masalah infrastruktur
penunjang dan kebijakan-kebijakan pemerintah harus dibuat secara lebih kritis
lagi dalam menyikapi berbagai kondisi. Baik untuk masyarakat kelas atas,
menengah, maupun bawah.
Solusi
terbaik adalah adanya pembenahan dari pemerintah untuk semua aspek, kebijakan
perbankan, perpajakan, memberantas kasus korupsi, dan lain sebagainya. Penulis
merasa bahwa kebijakan-kebijakan yang dibentuk juga harus berdasarkan kepentingan
masyarakat luas, bukan hanya untuk segelintir masyarakat atau bahka untuk
kepentingan pemerintah sendiri.