Kamis, 22 Agustus 2013

Bhinneka Tunggal Ika (?)

Ahok Heran Isu SARA Masih Merebak di Ibu Kota


JAKARTA - Tak hanya ramai saat digelarnya Pilkada DKI saja, isu yang menyangkut soal Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) kembali merebak di jajaran pemerintahan Gubernur Joko Widodo, dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 

Dimana lurah Lenteng Agung yang lulus seleksi lelang jabatan, mendapat penolakan dari warganya karena beragama kristen.

"Wah saya kira kita tidak nanganin dia ditolak, karena dia agamanya beda gitu loh. Nanti lama-lama ditolak gara-gara kamu syiah. Kan repot gitu loh. Jadi tidak bisa tolak karena agama, itu tidak ada urusan. Kalo dia nyolong, dia tidak mau melayani, ya masalah," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/8/2013). 

Mantan Bupati Belitung Timur itu menjelaskan, jika aksi warga Lenteng Agung digeneralisasikan, maka banyak warga Ibu Kota yang menolaknya menjadi Wakil Gubernur.

"Saya di DKI jadi cuma 52,7 persen (perolehan suara Pilkada). Berarti ada 40 persen lebih yang enggak mau saya jadi Wagub. Ya enggak ada urusan, kita cuma taat kontitusi enggak ada konstituen," tegasnya.

Sebelumnya, beberapa warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, sempat menyambangi Balai Kota Jakarta. Mereka meminta Gubernur Jokowi untuk segera mengganti lurah di daerahnya


Analisis : 


Isu SARA ( Suku, Agama, dan Ras ) merupakan suatu hal yang sudah lama berakar di negeri kita. Meskipun memiliki semboyan "Bhinekka Tunggal Ika", namun tampaknya masyarakat lebih melihat perbedaan sebagai sebuah hal yang 'tabu' dan tidak bertoleransi terhadap perbedaan yang ada. Di kutipan berita di atas terlihat jelas bahwa paradigma masyarakat akan SARA tidak pernah ada habisnya. Penulis merasa bahwa penolakan-penolakan yang didasarkan oleh perbedaan agama dalam kasus tersebut terlalu dilebih-lebihkan. Tidak semua orang yang berbeda agama adalah orang yang ‘jahat’, kita haruslah bersikap obyektif apabila menilai seseorang, jangan karena beragama atau bersuku minoritas maka tidak berhak untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan bernegara.

Menurut penulis, semua agama itu baik, namun terkadang ada konsep yang salah di mana menganggap agamanya sendiri yang paling baik, sementara agama lain bertentangan dan bahkan harus dihacurkan. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang bisa memicu suatu perpecahan dikarenakan hal yang sebenarnya bisa dikatakan sepele. Kesimpulannya, seperti yang Bp. Basuki Tjahaja Purnama katakan tadi, bahwa intinya agama dan urusan politik dan hidup berbangsa dan bernegara sebaiknya tidak dicampurkan. Apabila masyarakat mampu menghargai perbedaan, masyarakat juga mampu memupuk persatuan sehingga dapat memajukan bangsa ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar